Thursday, December 21, 2017

Meminang Corolla Demi Menandingi Pak Lurah

Hutan Penggaron 2016


Intro : artikel ini sedianya saya kirimkan ke rubrik otomojok tetapi karena belum rejekinya, maka saya posting disini saja..

Charade merah keluaran akhir tahun 70-an milik pak lurah akhirnya dipensiunkan. Mobil yang bodynya diberi sticker mirip mobil nascar tersebut akhirnya harus rela tergantikan oleh kehadiran si mobil baru. Sebuah sedan dari pabrikan Honda yang keren pada masanya, Civic Wonder yang lima tahun lebih muda.

Tidak lama kemudian, terbersit pikiran untuk menyaingi pak lurah. Sebenarnya bukan itu maksud saya, tapi tempo hari itu saya benar-benar merasa sudah butuh kendaraan. Anak saya sudah lahir. Masak iya, harus saya ajak naik motor Semarang – Ngawi PP. Kalaupun bisa ngebis, tapi repot juga bawaannya. Harus bawa baju-baju ganti, bak mandi, dan tentu mamahnya bayi. Kalau cuma bawa mamahnya tapi bayinya ditinggal, sih mending ngebis aja.

Setelah menyepi dan bertapa di pucuk gunung halimun, akhirnya saya mantapkan sebuah pilihan untuk membeli tandingan si Civic. Sebagaimana kita ketahui bersama, sejak Civic di lahirkan, ia terus disaingi dan dibayangi oleh pabrikan Toyota yang bernama Corolla. Sama-sama mengusung model sedan, mobil ini adalah sedan kelas menengah yang tercatat sangat laris di pasaran – bahkan hingga kini.

Pak Lurah bukan sembarang lurah. Di samping menjadi bos di kantor saya, ia juga gemar mengotak-atik mesin mobil. Tidak hanya mesinnya, ding. Wong bodynya aja ia betulin sendiri. Bemper plastik ia ganti bemper plat besi, kemudian cat pun ia cat sendiri. Knalpot Civicnya pun tak luput dari tangan kreatif pak lurah. Dibikin ngebrong ala racing. Jadi kedengeran jika ada suara knalpot ngebrong, berarti pak lurah sudah hampir sampai kantor, atau jika pak lurah sudah kondur, pasti kedengeran bleyerannya. Jian syahdu tenan..
Corolla dan Civic di kantor saya
Meski usianya sudah mendekati 6 dekade, tetapi jiwa pak lurah jelas masih muda. Lha wong teman saya aja melihat gaya rambutnya, memanggil pak lurah dengan panggilan tukang kendang, kok. Pantas memang ia jika disandingkan dengan Cak Met, pemain kendang sekaligus bos New Pallapa itu. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya ruang karaoke yang ada di kantor saya. Yang merancang dan yang menggunakan ya pak lurah, dan sesekali saya.

Corolla saya lahir tahun 86 alias tiga tahun lebih muda dari saya. Ia tahu saja jika saya tidak memiliki mas atau mbak kandung. Jadi ia saya anggap sebagai mas saya sendiri. Awal kehadirannya di tengah kehidupan saya, ia mengajarkan saya bagaimana mengemudikan mobil yang steering by power alias dengan kekuatan tangan. Pertama memarkir di depan rumah, ia memaksa saya keringetan karena selama 15 menit, saya belum bisa memarkir dengan cantik. Mencong kiri, mencong kanan, nubruk pot tetangga dan lain sebagainya.

Begitupun awal-awal bersamanya, ia pernah tertarik untuk mencium bokong bis Semarang – Solo.

“Grooook”
Mungkin ia memang sudah menyatu dengan jiwa saya yang suka akan keindahan bokong wanita..

Akhirnya monyongnya lecet lecet parah. Ah yowes ben, wong mobil murah kok. Hanya 20 juta belinya.

20 Juta itu ya duit. Tepatnya duit utang.

**
Suatu pagi di Pati
Selama hampir tiga tahun memiliki Corolla, saya tidak lantas selaras dengan pola pikir Pak Lurah. Saya termasuk orang yang tidak suka aneh-aneh. Corollanya saya diamkan aja apa adanya. Yang penting penak ditumpaki. Lak yo ngono..

Suatu hari di perjalanan dari Ngawi menuju Semarang, AC nya mati. Panas sekali pemirsa. Setelah itu dilanjutkan lagi dengan menyalanya indikator aki sebagai tanda bahwa pengisian akinya tidak jalan. Sebagai ahli IT, saya lalu menepi, mematikan mesin mobil, lalu menyalakan lagi. Seperti merestart komputer, Corolla pun hidup kembali normal. Tapi tidak lama. Ternyata kerusakan ada di carbon brush alternator yang sudah aus, minta ganti. Murah kok hanya 50 ribu saja.

Suatu hari yang lain, saya menginjak lubang yang cukup dalam di hutan Mantingan. Di sana tiba-tiba suara mesin mobil menjadi ngebrong. Mirip lah sama suara knalpot Civicnya pak lurah. Saya menepi, membuka kap mobil, mengendap-endap melihat bagian bawah mesin, dan akhirnya saya sadar kalau saya tidak mudeng tentang mesin mobil. Mampirlah saya di sebuah bengkel di Sragentina sana. Tetapi toh sama saja. Ia tidak tahu darimana suara aneh berasal, mungkin ia mengira saya memang sengaja membuat knalpot ngebrong.

Owalah ternyata penyebabnya adalah knalpot saya ambrol. Bolong. Ini saya ketahui saat sampai rumah dan mobil saya cuci. Yo pantes aja suaranya garang. Keesokan harinya saya bawa ke kantor untuk saya pamerkan sebagai tandingan suara mesin mobil pak Lurah. Ia pun tertawa saja, alih alih memberi uang saya untuk ganti knalpot.

Yang terbaru ini, Corolla saya sangat-sangat boros. Perjalanan Ungaran Semarang PP yang hanya sekitar 60 Km butuh pertalite 100 ribu. Ternyata, penyebabnya adalah platina yang sudah jelek. Sudah tidak bisa di stel lagi. Harus ganti, harganya lima ribu lebih mahal dari carbon brush yang tadi.

Selain itu, perawatan Corolla saya tidaklah repot repot amat. Paling ganti olie 4000 Km sekali, tune up sekitar 2000 Km sekali. Dengan begitu, kami sekeluarga sudah bisa jalan-jalan kemana ingin pergi. Eh ada satu lagi, ding. Yaitu kalau mobil saya parkir, akinya selalu saya lepas karena ada kelistrikan yang konslet. Kalau tidak dilepas, baru dua hari mobil diam aki sudah ngadat minta disetrum. Kok ndak dibenerin? Ra duwe duit je..

Begitulah suka duka menandingi pak lurah. Daripada beli Nmax hayoo, harganya paling murah 24 juta tapi kepanasan dan kehujanan. Ha mbok mending beli Corolla, masih turah 4 juta, tur di sawang wes ndhemes..

Read More..

Wednesday, December 20, 2017

New Smash SR dan Sri Yang Tak Pernah Tergantikan



 
Smash yang terdeteksi berada di Grabag Magelang pertengahan 2012. Dari kiri : Gubernur KTM, dan Saya.
Intro :
Artikel ini sedianya saya kirim ke situs mojok.co di ulasan otomotif tapi karena belum rejekinya, maka saya posting saja di sini.

Dengan uang muka sebesar satu koma empat juta rupiah kala itu, saya memboyong Sri ke rumah. Bukan memboyong sih, tetapi lebih tepatnya Sri diantar hingga sampai ke rumah saya. Itu masih belum selesai. Per bulannya, Sri minta dinafkahi sebesar empat ratus delapan ribu per bulan hingga empat tahun lamanya.

Sri, panggilan sayang saya kepada sepeda motor saya satu-satunya, New Smash SR (Street Runner) lansiran tahun 2007. Awal memilikinya, karena saya saat itu sudah bekerja dan merasa sudah punya jaminan gaji bulanan untuk membayar angsuran. Tenornya yang paling panjang, empat tahun karena gaji saya bekerja saat itu minim sekali. Beda dengan sekarang, sekarang gajinya banyak tapi utangnya juga banyak.

Sebagaimana kebiasaan yang berlaku kala itu, maka sehari setelah diantar, spion Sri langsung saya lepas sebelah. Tinggal yang kanan saja. Lha saat itu kalau dua spion terpasang semua – apalagi spion standart, sering jadi bahan olok-olokan, je.

“Spione ndonga..”. (spionnya berdoa)

Memang, saat jaman jahiliyah tersebut masih sempat tren menggunakan spion sebelah dan helm ciduk. Kalau sekarang berani-beraninya pakai helm ciduk ya sudah pasti tercyduk polisi lalu lintas.

Kini sudah sepuluh tahun lamanya saya memiliki Sri. STNK nya sudah pernah ganti dua kali, begitu juga platnya. Malah sekarang Sri saya hibahkan kepada emak saya karena saya sudah ganti alamat. Ya secara formal yuridis BPKB dan STNK nya sudah atas nama emak saya, tetapi secara kepenunggangan, tetap saya yang boleh menunggangi dan meraba raba Sri. Cukup beralasan memang, karena saya sengaja menghindari biaya mutasi keluar daerah. Lumayan je Rp. 150,000,- kalau buat nraktir teman sekantor ke warung padang, sudah turah. Apalagi sekantor saya cuma ber delapan. Kalau seporsinya dipukul rata lima belas ribu, saya dan pak Lurah masing-masing bisa nambah seporsi lagi. Jadi pas, bakbuk.

Sepanjang sepuluh tahun lamanya tersebut ada saja kejadian-kejadian yang membekas di kantong. Ya namanya juga motor perjuangan, ia selalu saya ajak berjibaku membelah ganasnya jalan raya. Terlebih lagi, pekerjaan saya kala itu mengharuskan saya mondar-mandir mengantar istri orang, eh maksud saya mengantar pesanan, baik itu berupa mesin-mesin kantor hingga alat kesehatan. Tak pelak, seringkali Sri saya beri krombong. Kerja keras yang membutuhkan kemaluan yang kecil.

Sepanjang satu dekade tersebut, sudah banyak bagian motor saya yang mrotholi. Mulai dari tebeng yang pecah dua kali. Yang pertama dijatuhkan oleh teman kantor saya, untung ia mau bertanggungjawab menyepetkan. Yang kedua karena saya jatuhkan sendiri. Yang kedua ini, saya ingkar dari tanggungjawab sehingga sampai sekarang salah satu bagian tebeng depan pecah.

Suatu hari di tahun ke dua saya memiliki Sri, ia lupa tidak saya pijatkan. Lupa tidak servis dan ganti olie. Waktu itu saya perjalanan PP dari Magelang ke Purbalingga via Kebumen. Sepanjang jalan terdengar bunyi klitak klitik dan asap putih mengebul dari knalpot. Ternyata ring sehernya jebol. Noken as-nya juga rusak dan harus ganti. Untuk ukuran saya waktu itu, menyembuhkan luka Sri ini sangat-sangat menguras kantong.

Di waktu yang lain, lampu bohlam saya sering sekali mati. Masih mending kalau seminggu mati sekali. Lha ini dalam sehari biasa saya ganti bohlam dua kali, je. Kalau kata Gus Mul, bodhol bakule slondhok! Setelah dianalisis (semakin di anal semakin isis), maka ketemulah penyebabnya bahwa kiprok saya sudah saatnya ganti. Untuk mengetahui posisi kiprok ini pun harus diurut-urutkan karena kiprok adalah salah satu part yang jarang ganti dan posisinya jarang diketahui orang awam.

Ternyata permasalahan belum selesai. Waktu kejadian yang terjadi pada medio 2011 itu, tatkala Sri tiba-tiba mogok dan tidak bisa mengantar saya bekerja. Saya pun mampir di sebuah bengkel terdekat dari tempat saya mogok. Sebuah bengkel kecil yang mekaniknya hanya satu. Ya yang punya bengkel tersebut. Uprak uprek dari jam tujuh pagi hingga jam sepuluh, permasalahan masih belum diketahui. Sri tidak bisa dinyalakan.

Mendekati pukul sebelas siang, barulah mekanik yang kelihatannya masih amatir tersebut menyimpulkan bahwa sumber derita Sri berasal dari CDI yang telah rusak. Posisinya berada dibawah jok depan sebelah kanan. Akhirnya saat itu CDI nya saya ganti yang KW. Kalau yang asli harganya 300 ribuan, sedangkan yang saya pasang cukup merogoh kocek seperempatnya saja. Ha tapi waktu yang terbuang sia sia selama empat jam itu, hingga kini tidak bisa kembali, je. Hasyaah..

Bukan Sri namanya kalau tidak rewel, ia sudah saya mainkan dengan kasar. Jadi maklum saja kalau dia butuh perawatan ekstra. Berawal dari bunyi srang-sring srang-sring saat mengerem roda depan, ternyata ring cakram saya sudah tipis. Hampir habis. Mbuh kok bisa kayak gitu. Paling saya yang memang kurang perhatian sama dia karena saya lebih perhatian ke pacar saya saat itu. Akhirnya, dengan berat kantong, saya terpaksa mengganti cakram rem depan tersebut dengan yang asli dan harga yang tentu lumayan.

Akhir tahun 2012, Sri saya ajak dolan-dolan lintas propinsi, dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, lalu kembali ke Jawa Tengah. Tampak di odometernya bahwa Sri pada tahun kelima telah mencapai perjalanan sejauh 100,000 kilometer. Jika panjang jalan Daendels dari Anyer ke Panarukan itu 1000 Km, maka Sri sudah bolak-balik lima puluh kali. Sudah sangat lelah dia.

Pergantian spare part terakhir yang nggelani adalah saat saya terpaksa mengganti bathok kepala Sri. Waktu itu, bathoknya sudah retak-retak dan jelek karena pernah saya beri stiker besar logo Suzuki. Pinginnya, saya belikan baru biar tampak fresh dan original. Eh lagi-lagi karena urusan kantong, ditambah Sri yang telah tua, menjadi kurang bijak rasanya kalau spare partnya saya paksa belikan yang asli-asli, dan akhirnya saya belikan batok kepala KW. Belum genap satu tahun batok kepala itu sudah pecah bagian pengaitnya, pun demikian pada bagian fitting lampu. Sudah mleyok sehingga jika malam tiba, sorot lampu bukannya mengarah ke jalan tetapi malah mengarah ke rimbunan mangga milik tetangga.

“ha lak lumayan, iso ge nyenteri pelem nek mbengi” kata Romin, teman saya.

Semenjak membeli Sri hingga kini, boleh dibilang Sri adalah motor yang suka gonta-ganti spare part. Jika saya ingat-ingat dan rekapan dari uraian diatas, Sri pernah ganti : ring seher, kiprok, CDI, noken as, shock breaker, batok kepala, cakram, master rem cakram, set blok ignition, saklar lampu jauh dekat, saklar lampu sein, dan part-part fast moving lainnya.

Kini setelah sepuluh tahun berlalu, Sri tetap ada di tengah-tengah keluarga kecil saya. Motor pertama sekaligus satu-satunya itu sayang kalau dijual. Selain banyak kenangan, saya juga belum memiliki nyali (baca : uang) yang cukup untuk membeli motor baru yang saya idamkan, yaitu Nmax. Ah mungkin memang sudah takdirnya saya dan Sri harus selalu bersama..

Read More..

Monday, November 27, 2017

Si Kenang : Bus Wisata Baru Kota Semarang



“Yok sesuk dewe dolan nang Semarang, njajal bis wisata anyar, ben Dayu seneng”
“Ah tapi aku ra duwe duit”
“Gratis kok bis-e. Paling duit gawe jajan wae”
“Tapi duite kowe yo?”
“Duitku yo entek je. Yowes lah gampang. Kan ijeh iso utang”

Berawal dari obrolan ringan saya dengan istri sembari nyuci piring jumat sore, akhirnya Sabtu (25/11) kemarin kami fiks berangkat ke Semarang mruput gasik demi menuntaskan rasa penasaran pingin naik bis wisata Semarang terbaru.

Tidak seperti biasa yang males-malesan, pagi hari yang dingin saya segera melepaskan pelukan istri lalu mengajak Dayu ke dapur. Bikin air panas, nyuci dot, mandiin Dayu, lalu menyiapkan sarapan buat Dayu.

**

Sebuah bus double decker berwarna dominan merah pagi itu sudah terparkir di halaman Museum Mandala Bhakti, Tugu Muda. Pagi itu saya toleh tangan saya yang ternyata tidak ada jam tangannya, setelah melihat smartphone, jebul baru jam tujuh kurang seperempat. Lha kami sengaja gasik berangkat dari rumah jam enam, takut kesulitan dapat tiket je.
Sejak di luncurkan awal Oktober lalu, bus wisata terbaru milik Pemkot Semarang ini kebanjiran animo masyarakat. Di hari libur atau akhir pekan misalnya, - berdasarkan informasi dari media, antrian tiket pemberangkatan terpagi bisa sampai seratusan meter. Itupun tidak menjamin akan dapat tiket. Gratis, soalnya. Malahan, menurut salah satu testimoni, ada warga yang mengantri tiket sejak jam empat pagi hanya supaya bisa ikut keliling dengan bis wisata bernama Si Kenang tersebut di jam pemberangkatan pertama.

Setelah memarkir coro di halaman belakang museum, saya tergopoh – gopoh segera melangkahkan kaki menuju sebuah pos tenda milik Dinas Perhubungan. Dua petugas terlihat melayani antrian yang hanya beberapa orang saja pagi kemarin. Akhirnya, saya pun mendapatkan tiket dengan menukarkan KTP. Satu KTP bisa untuk dua tiket. Tiket berkode A, berarti pemberangkatan jam 8, tiket berkode B berangkat jam 11, dan tiket C untuk pemberangkatan terakhir, pukul tiga sore.
 
Masih ada waktu satu jam seperempat sebelum kami bisa naik. Kami pun motrek motrek sejenak penampakan bus bermesin Scania dengan balutan karoseri dari Nusantara Gemilang tersebut.
 
“air mancur, air mancur!” teriak Dayu

Owalah dia menunjuk-nunjuk air mancur yang ada di bundaran Tugu Muda. Rupanya ia tertarik untuk mendatanginya.

Pagi itu, cuaca relatif mendung. Aktivitas lalu lintas di bundaran Tugu Muda terpantau lancar. Perlahan namun pasti, butiran air hujan mulai turun tanda bahwa pagi itu tidak begitu bersahabat. Akhirnya hujan pun tak dapat di tunda lagi.

**
Petugas berkaus putih terlihat memberi tanda kepada kami bahwa bus sudah siap. Para peserta yang beruntung mendapatkan tiket umumnya adalah ibu-ibu yang mengajak anaknya. Kami pun berlari – lari kecil masuk ke dalam bus dan mencari tempat duduk. Sesuai dengan tiket yang telah kami bawa, urutan 1 hingga 61 mendapatkan tempat di bagian atas, adapun sembilan penumpang terakhir, bisa duduk di bawah.
 
Bus berangkat dari Tugu Muda melalui Jalan Imam Bonjol. Pelan namun pasti, sembari membelah hari yang gerimis, bus melewati Stasiun Poncol dan Tawang. Dari sana, Si Kenang kemudian merangsek masuk ke kompleks Kota Lama dan berhenti di Taman Srigunting, sebelah Gereja Blenduk.

“Silakan peserta boleh turun dan makan minum, kami beri waktu lima belas menit. Mengingat hari hujan, bagi yang tidak ingin turun tidak apa-apa. Peserta diharap masuk kembali ke bis saat ada bunyi telolet” Suara petugas melalui pengeras suara.

Dayu baru saja tertidur. Maklum ia pagi itu bangun pukul tiga. Ndilalah kok ya pas hujan. Jadilah kami tidak turun waktu di Kota Lama. Lagian saya bisa dibilang sudah tuwuk kalau Cuma ke Kota Lama.

Gerimis berangsur reda saat Si Kenang melanjutkan perjalanan kembali ke arah selatan melalui sepanjang Jalan Pemuda. Sebelum berhenti di pemberhentian ke dua yaitu Kampung Pelangi, bis ini sengaja muter-muter menyusuri Jalan Pandanaran hingga Simpang Lima dan memutar balik lagi ke Tugu Muda.
 
Sampailah kami di Kampung Pelangi yang akhir-akhir ini tengah hits terutama di kalangan pecinta foto dan suka pamer foto-foto di instagram.

Daerah Kalisari ini sudah lama  merupakan sentra penjual bunga hias atau florist. Kampung di belakanganya yang menjulang tinggi berada di lereng bukit tersebut, kini telah disulap sedemikian rupa hingga berwarna-warni. Dengan dukungan dari pemerintah kota setempat, kampung ini dikonsep sebagai kampung tematik dengan menampilkan atraksi warna-warni pelangi di sekujur kampung.


Untunglah, sudah tidak hujan. Dayu juga sudah bangun. Kami turun dan sekedar membeli jajan sebagai pengganjal perut. Dayu sih sudah sarapan tadi sembari perjalanan berangkat. Saya sama Tika membeli satu bungkus mie goreng (bukan mie instan lho!) dan beberapa potong gorengan. Mengingat waktu kami tidaklah lama, kami memilih makan saja lah alih-alih jalan-jalan.

Total waktu yang dibutuhkan Si Kenang dalam sekali muter-muter adalah dua jam. Seselesainya dari Kampung Pelangi tadi, Si Kenang melanjutkan jalan-jalan melewati sepanjang jalan Kaligarang, Pamularsih, Sam Poo Kong, kemudian muter balik di Bundaran Kalibanteng. Selanjutnya kami kembali ke halaman Museum Mandala Bakti.

Jika kalian ingin nyoba bus wisata ini, perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)    Untuk akhir pekan (Jumat sampai Minggu) ada empat kali pemberangkatan, yang terakhir malam jam 19,00
2)    Jika datang akhir pekan dan ingin naik yang paling pagi, datanglah gasik. Sekitar satu-dua jam sebelum jam 8. Takut kehabisan tiket.
3)    Jangan lupa membawa KTP asli.
4)    Jangan makan minum selama di dalam bus. Jadi nggak usah repot bawa makanan/snack.
5)    Jika turun di Kota Lama atau Kampung Pelangi, jangan lupa waktu dan jangan jauh-jauh. Kalian bisa ditinggal.
6)    Jaga kebersihan bis dan obyek wisata.


Read More..

Monday, November 13, 2017

Hal Apa Saja yang Kamu Lakukan Saat Senggang?






Di kampung di mana saya berasal, menjadi seorang pegawai kantoran dianggap sudah sangat mulia dan berderajat tinggi. Meski sebenarnya saya di perantauan juga hanya karyawan rendahan di sebuah kantor instansi pemerintah. Namun pada dasarnya, apa yang telah saya tempuh sejauh ini, bagi saya merupakan capaian yang besar. Yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Lulus STM, bekerja serabutan, diterima CPNS, menikah, membeli motuba, mengkontrak rumah dan memiliki anak. Semua terlihat perfek. Perfek utangnya.

Dahulu, sebelum kehidupan saya serepot sekarang ini, saya termasuk orang yang aktif. Apalagi saat saya masih berkutat dengan pekerjaan sebagai teknisi fingerprint, merangkap tukang kurir obat dan alkes, dan masih merangkap lagi sebagi instruktur robotik. 
Juara 1 Nasional Robotik 2011
  
Pergi pagi pulang pagi, bahkan nggak pulang-pulang pun sering saya jalani. Bagi saya, bekerja dengan tulus dan sungguh-sungguh memang benar, adalah jalan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dengan catatan, pekerjaan yang kita jalani sesuai passion kita. Memang, passion saya saat itu sebagai kurir obat.
Traveling di sela-sela kurir obat, Purbalingga 2012

Di sela kesibukan yang super sibuk tersebut, saya masih suka mencari-cari waktu senggang. Contohnya jika pekerjaan luar kota telah usai dan waktu masih ada, jangan buru – buru pulang kantor. Tapi mumpung waktu senggang, dolan dulu jadi nanti kalau pulang kantor tinggal nunyuk fingerprint, langsung deh pulang.

Nah, kata siapa karena kerjaan yang seabrek kita jadi nggak bisa menyalurkan hobi? Saya bisa, kok.


Traveling
#Secangkirsemangat Jepara 2017
Entah sejak kapan saya suka jalan-jalan. Kalau tidak salah sejak saya pertama kali punya motor sendiri. Pada tahun-tahun awal memiliki Sri – nama motor saya, dia langsung saya tunggangi keliling kota. Ohya, saat itu saya tinggal di Magelang dan Sri saya ajak jalan – jalan ke Banjarnegara, ke Semarang, bolak balik ke Salatiga dan hingga akhirnya berhasil keliling Jawa Tengah. Jalan-jalan tersebut biasanya hanya bisa saya lakukan di akhir pekan saja. Maklum, di hari kerja, saya hampir sangat jarang bisa mengajukan cuti. Nah, sepulang liburan biasanya badan terasa capek dan pasti ngantuk. Untuk itu, pada hari kerja kantor berikutnya, saya harus senantiasa menjaga kebugaran jiwa dan raga salah satunya dengan minum kopi. 

Sejauh ini, saya hampir pasti selalu menyiapkan Kopi Kapal Api, ada yang kopi hitam, dan varian lain yang saya suka yaitu Grande White Coffee with Choco Topping. #Secangkirsemangat kopi krimer dengan taburan gula kelapa dan cokelat rasanya sungguh membuat pekerjaan serasa ringan, apalagi jika tidak dikerjakan.
 
Blogging
Sejak 2009, saya aktif menulis di blog. Pada awalnya saya menulis blog hanya sebatas sebagai pengganti buku harian. Terus terang saja, mungkin saya satu diantara sedikit pemuda yang susah move on dan ketergantungan curhat pada buku harian. Semenjak internet merangsek ke dalam hidup saya, saya mulai mengenal blog dan mulai menulis cerita cerita keseharian di blog. Lambat laun, keahlian tulis menulis saya semakin terasah dan tema blog saya juga berubah dari menye-menye menjadi bertema petualangan yang kadang masih berbumbu cerita menye-menye. Salah satu prestasi besar blog saya adalah menjadi salah satu blog pendukung komunitas yang saya ikuti, Kota Toea Magelang. Dari blog dan komunitas tersebut, saya bahkan bisa berjalan-jalan gratis ke Pantura beberapa waktu lalu, untuk melihat dangdut pantura, eh bukan, maksudnya untuk menjadi duta wisata barang sesaat bersama Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah.
Selain itu, saya juga sempat mengisi artikel sejarah dan perbioskopan di salah satu harian nasional pada tahun 2013. Nah, salah satu rahasia mencari inspirasi menulis ala saya adalah dengan adanya secangkir Kopi Kapal Api sebagai teman ngeblog. Inspirasi pun mengalir deras layaknya air terjun Niagara.

Musik
Boleh dibilang, saya punya bakat terpendam dalam dunia musik. Dari kecil, saya diperkenalkan Bapak dengan alat musik harmonika, selanjutnya saya mulai belajar memencet-mencet tuts kibord mainan dari Bapak. Waktu berganti tahun berlalu, saya ternyata memilih untuk mendalami permainan gitar berbekal gitar pemberian bapak sewaktu saya SMP. Dari gitar tersebut, grup band saya jaman SMP bernama the terrible band, pernah mengikuti festival band se Jateng dan menjadi satu-satunya band yang eksis dan digandrungi oleh cewek-cewek SMP hingga kami lulus.

Hingga hari ini, saya masih senang bermusik untuk mengisi waktu. Dengan sebuah gitar bolong dan kibord second yang saya beli beberapa tahun yang lalu, beberapa lagu bertema cinta dan sosial berhasil saya buat. Salah satu yang meledak di pasaran berjudul tabung elpiji. Saat ini, bersama band saya yang saya bentuk tahun 2010, masih sesekali kami ngejam bareng. Sudah agak jarang sih, karena dua personil kami sudah berkeluarga salah satunya saya. Dan juga dua personil kami menjadi perantau, salah satunya saya juga. Grup band kami, obscure adalah band yang kami bentuk karena kesamaan karakter kami. Karakter yang ingin memainkan musik keras namun lembut sebagaimana musik rock, tapi sesekali masih ingin bermain musik-musik slow seperti lagu-lagu Malaysia.

Biasanya, jika kami sama-sama memiliki waktu senggang, malam minggu biasa kami habiskan untuk genjrang-genjreng sebagaimana pemuda kampung lainnya. Tetapi bedanya, setelah itu kami langsung masuk studio dan rekaman. Di rekam menggunakan hape. Di dalam studio, kami biasa latihan secara fleksibel. Tidak kaku. Ada kalanya saya memegang gitar, ada kalanya gantian saya yang ngedrum, kalau pengen lagu selow, saya main kibord dan kalau nggak ada kerjaan saya motret motret aja. Dan lain sebagainya. Terimakasih!
Obscure di salah satu sesi latihan

Salah satu kunci kekompakan kami dalam bermusik, salah satunya dipengaruhi oleh kegemaran kami yang sama-sama suka ngopi. Beragam kopi warungan sudah kami coba tetapi hanya satu yang jelas lebih enak, itulah Kopi Kapal Api yang senantiasa menemani kami meraih kesuksesan dalam bermusik hingga sekarang ini – yang juga masih belum bisa dikatakan sukses sepenuhnya.
Seru kan jika waktu senggang kita bisa digunakan untuk hal-hal positif seperti saya? Apalagi jika ditemani Kopi #KapalApiPunyaCerita. Takaran antara racikan kopi arabika dan robusta yang pas, dijamin membuat suasana ngopi kalian jadi tambah hangat. Selain itu, juga tidak usah bingung jika sesekali bosan dengan kopi yang itu-itu saja karena varian Kopi Kapal Api amatlah banyak jadi tinggal pilih deh yang kalian suka. Kalau waktu senggang kalian, biasa kalian gunakan untuk apa, gaes?

Ceritain yuk sambil ngopi Kapal Api..

https://waktunyakapalapi.com/kapalapipunyacerita-blog-competition/


Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...